"Hidup itu sebuah pilihan, nasib tidak bisa dijadikan pembenaran atas kondisi, pilihan terbaiklah yang menentukan hasil sebuah perjuangan hidup."
Menjadi seorang penulis tidak pernah terpikirkan olehku, sebelum semua kejadian2 buruk yang terjadi beberapa tahun belakangan ini, sampai pada akhirnya aku mulai menulis sedikit demi sedikit.apa yang pernah aku alami dan lihat sendiri.
Aku tidak pernah suka mengomentari apa yang aku lihat, aku lebih suka membayangkannya seolah itu terjadi pada diriku sendiri. Sampai akhirnya aku menuliskan apa yang menjadi pertanyaan atas apa yang barusan aku lihat.
Sore itu sama seperti hari2 sebelumnya, tidak ada yang menjadi perhatian khusus, kecuali apa yang barusan aku lihat ini. Seorang ibu dengan anak kecil kisaran umur 4 tahun yang di gandengnya, serta beberapa bungkus kantongan plastik disatu tangannya lagi. Dari raut wajah serta gerak geriknya aku tahu kalau dia sedang terburu buru, dan anaknya juga seolah tahu apa yang dipikirkan oleh sang ibu. Berdua mereka berjalan cepat kearah sekumpulan orang yang sedang antri.
Ya tak jauh dr mereka berada sekaraang sedang ada acara sedekahan, sudah barang tentu mereka juga ingjn mendapat bagian dari sedekahan tersebut. Tapi apa mungkin mereka bisa menembus keramaian orang yang ada di tempat itu dengan tubuh si ibu yang kurus dan anak kecil yang ada di gandengannya???
Aku rasa bukan itu yang dipikirkan mereka saat ini, menurutku mereka saat ini hanya berpikir bagaimana caranya supaya mereka juga membawa pulang bagian dr sedekahan itu. Tak lama terdengar suara ricuh,,, ya kebisingan dri antrian yang ditimbulkan, saling dorong, jeritan minta tolong, sudah jadi hal yang biasa pada saat2 seperti ini.
Lalu bagaimana dengan ibu dan anak yang tadi aku lihat??? Perhatianku terhadap mereka lepas, karena teralihkan oleh teriakan2 tadi. Aku berusaha mencari mereka dengan memandangi kerumunan, dalam hati aku bergumam " apa mungkin mereka bisa bertahan di tengah kerumunan yang sudah semakin ricuh, saling rebut, saling dorong, atau dimana mereka sekarang??? Apa yang menjadi pilihan sang Ibu.???"
Tak lama ekor mataku tiba2 melihat apa yang kucari, ternyata ibu dan anak tadi berdiri di tepi antrian dan tidak ikut berdesakan, mereka berdua menatap antrian dengan pandangan yang sayu, pandangan yg penuh harapan atau pandangan yg penuh dengan kekecewaan??? Di satu sisi aku merasa lega karena mereka tidak ikut dalam antrian tersebut, krn bukan tidak mungkin terjadi hal yang buruk ketika mereka ikut berdesakan. Disisi lain ada pertanyaan yang timbul akan apa yang sebenarnya dipikirkan oleh si Ibu sehingga dia mengambil keputusan untuk menepi tidak ikut dlm antrian.
Untuk memuaskan rasa penasaranku, aku pun mendekati mereka, tapi sebelumnya aku belikan 2botol minuman dingin dari warung yang tak jauh dari tempat mereka berdiri. Sembari menyapa sang Ibu, akupun menyodorkan minuman yang kubeli untuk mereka tadi.
"Sore bu" sapaku sambil menyodorkan minuman kepadanya dan si anak kecil. "Terima kasih nak, kenapa repot2 membelikan kami minuman," tanyanya heran. "Nama saya Andy bu" memperkenalkan diri, "saya sebenarnya sudah dari tadi berdiri di seberang, memperhatikan ibu sama si adik terburu buru ke arah antrian." jelasku mempertegas maksudku menyapa mereka " Oh ya, emang ada yang salah dengan kami berdua??" Jawabnya singkat sambil menikmatin minuman yg kuberikan. "Tidak bu" tegasku. "Tidak ada yang salah dengan ibu, saya cuman penasaran, kenapa ibu tidak melanjutkan antrian, dan malah memilih menepi disini" tanyaku.
"Hmmm,,, iya dek,," jawab ibu sambil menghela nafas, kmdian lanjutnya " Ini cucu ibu satu2nya, umurnya baru 4tahun, ibu sendiri sudah berumur 58tahun dek" sambil mengajakku untuk duduk di emperan toko, dia pun melanjutkan ceritanya "ayah sama ibunya, sdh lama pergi gak ada kabar, jadi ibu punya tanggung jawab untuk mengasuhnya." Lanjutnya "tadi pagi ibu dengar tetangga pada bicarain ada sedekahan disini, makanya ibu ajak cucu ibu kemari, sapa tau kami juga bisa dapat rezeki dari sini. Tapi ibu gak nyangka antrian bakal seramai ini, dan berdesakan seperti ini. Jadi terpaksa ibu mengalah dengan menepi kemari dek." Jelas si Ibu. " Trus Ibu gk dapat apa2 donk bu, kenapa gk coba minta bantuan orang2 sekitar ini, atau saya coba ambilkan buat ibu?"
"Jangan nak, tidak usah repot2" memotong pembicaraanku, "Shhh ibu memang susah, ibu juga sudah tidak punya apa2 untuk dimakan hari ini, cmn ada bbrp potong roti dirumah untuk si kecil malam nanti. Tapi untuk hari ini ibu harus mengalah, bukan karena ibu tidak butuh, tp karena anak ini butuh ibu. Coba kamu bayangkan apa yang mungkin terjadi kalau ibu ikut di antrian itu nak, apa yg akan terjadi dengan anak ini kalau ibu tidak keluar lagi dari antrian itu, kami ini miskin dek, bahkan mungkin lebih dari itu, tapi kami harus tetap mengalah, kami harus mengalah dengan keadaan untuk bisa hidup satu hari lagi." Tungkas sang ibu dengan sangat lembut. Jujur saja kalimat terakhir sang Ibu itu seperti sebuah teguran buat saya. Si Ibu harus mengalah dengan keadaan hanya supaya bisa hidup 1 hari lagi. Sementara saya tidak bisa mengalah dengan nafsu saya untuk menunda keinginan saya 1hari lagi, bahkan lebih parah saya mungkin tidak mengalah untuk apa yang lebih layak diutamakan daripada nafsu atau hasrat saya kepada sesuatu. Sementara si Ibu harus mengalah dengan keadaan supaya bisa hidup 1 hari lagi... Saya benar2 seperti dikuliti oleh si Ibu dengan kalimat tersebut.
"Nak kenapa kamu nak???" Tegurnya yang membuyarkan lamunanku. "Tidak apa2 bu" jawabku sembari mengeluarkan beberapa lembar uang 10rban dari kantong kemudian menyalaminya " bu, ini ikhlas dari saya, buat belikan si kecil makanan hari ini, semoga besok ibu mendapat rezeki yang lebih ya bu." Tanpa menunggu jawaban si ibu saya langsung bergegas meninggalkan mereka dengan mengusap sebentar kepala anak kecil itu. Saya langsung menuju ke seberang jalan tempat saya memarkirkan mobil.
Ketika sampai di dalam mobil, saya melihat si ibu menuju warung yang ada di dekatnya, mungkin segera membelanjakan pemberian saya tadi. Kata2 ibu tadi terus saja tergiang di kepala saya... Mengusik pikiran dan perasaan ku.
Kenapa harus si miskin yang mengalah, bukankah si kaya yang seharusnya mengalah ??? Bukankah si ibu lebih membutuhkan ??? Dengan tidak ada apa2 nya lagi untuk dimakan dirumah, bukankah seharusnya si ibu ngotot atau berusaha untuk mendapatkan bagian???.
Hidup ini terkadang sulit dimengerti dengan logika. Sering kita jumpai banyak orang yang mengemis dijalanan untuk mendapatkan rezeki dengan segala cara dan upaya. Aku rasa itu juga salah satu cara untuk hidul 1 hari lagi.
Ada juga yang mempertaruhkan nyawanya dengan melakukan tindakan kriminal, yang juga mungkin untuk hidup 1 hari lagi.
Ada juga yang rela mempertaruhkan bahkan menjual harga dirinya hanya untuk hidup 1 hari lagi.
Semuanya karena keadaan, hidup kita tidak terlepas dari keadaan. Apapun yang terjadi dalam hidup ini selalu berkaitan dengan keadaan yang kita alami.
Mengalah atau tidak adalah pilihan, pilihan yang mungkin harus kita ambil atau mungkin pilihan yang sering kita abaikan tergantung dengan keadaan.
Keadaan miskin atau kaya menjadi faktor penentu keharusan mengalah. Dan inilah yang sebenarnya masalah terbesar di masyarakat kita, karena pada umumnya tindakan mengalah ini menjadi keharusan terhadap mereka yang tidak mampu, bukankah seharusnya kita yang mampu semestinya mengalah supaya mereka bisa mendapatkan yang lebih baik layak ???.
Terlepas dari usaha atau cara yang di tempuh mereka, cara benar atau cara salah, saya rasa kalau kita mau mengalah sedikit saja untuk mereka yang miskin, mungkin akan lebih banyak dari mereka terlepas dari cara2 yang salah.
Mengalah untuk menang, mengalah untuk hidup 1 hari lagi, mengalah dengan keadaan, bukankah kewajiban si miskin.
Biarlah kita yang mampu menciptakan keadaan layak sehingga mereka tidak harus mengalah pada cara2 yang salah.
I will be on the right way, if there is other way for me to got more chance in life.By 'Ardy Yoe'
Comments
Post a Comment